Karya Makoto Shinkai paling Mature dan paling Eye-catching sejauh ini. Suzume no Tojimari (2023) Makoto Shinkai memang sudah menjadi nama yang tak asing khususnya bagi pecinta film dan anime, semenjak ia merilis karya fenomenalnya Kimi No Nawa di tahun 2016 dan tak heran jika banyak orang yang menanti film terbarunya. Kali ini Makoto Shinkai sekali lagi menggabungkan unsur fantasi, bencana, dan romance pada karyanya yakni Suzume No Tojimari . Film ini mengambil fenomena alam yang dulunya pernah terjadi di Jepang pada 11 Maret 2011 dimana kala itu negeri samurai terkena gempa yang disusul dengan Tsunami. Berawal dari fenomena inilah Makoto Shinkai membangun fondasi dalam penceritaannya dan semuanya dituangkan dengan pendekatan ala "road movie" , yang selama menonton film ini kita akan diajak untuk melihat lanskap-lanskap indah di kota-kota kecil Jepang yang setiap sudutnya akan menjadi hidangan lezat untuk mata kita. Tapi dibalik perjalanannya Suzume dalam mencari pintu di...
Karya Makoto Shinkai paling Mature dan paling Eye-catching sejauh ini.
Suzume no Tojimari (2023) |
Makoto
Shinkai memang sudah menjadi nama yang tak asing khususnya bagi pecinta film
dan anime, semenjak ia merilis karya fenomenalnya Kimi No Nawa di tahun 2016
dan tak heran jika banyak orang yang menanti film terbarunya.
Kali
ini Makoto Shinkai sekali lagi menggabungkan unsur fantasi, bencana, dan
romance pada karyanya yakni Suzume No Tojimari. Film ini mengambil fenomena
alam yang dulunya pernah terjadi di Jepang pada 11 Maret 2011 dimana kala itu
negeri samurai terkena gempa yang disusul dengan Tsunami.
Berawal
dari fenomena inilah Makoto Shinkai membangun fondasi dalam penceritaannya dan
semuanya dituangkan dengan pendekatan ala "road movie", yang selama menonton film
ini kita akan diajak untuk melihat lanskap-lanskap indah di kota-kota kecil
Jepang yang setiap sudutnya akan menjadi hidangan lezat untuk mata kita.
Tapi
dibalik perjalanannya Suzume dalam mencari pintu di tempat-tempat terbengkalai
bersama sebuah kursi kayu dan seekor kucing ajaib (agak unik emang yee?!?),
ternyata pesan yang ingin disampaikan dalam film ini cukup membuat saya kaget,
apalagi setelah menonton endingnya, yaitu tentang luka dan trauma masa kecil.
Endingnya
sangat manis, melalui metafora menutup pintu dan kata ittekimasu (Aku pergi
dulu). Makoto Shinkai berharap orang-orang yang memiliki trauma karena bencana
untuk memberikan "closure" atau akhir dari traumanya, tapi bukan berarti
melupakan. Dia ingin para korban untuk menghadapi traumanya dan move on karena
seiring berjalannya waktu akan banyak memori indah yang tetap bisa ditemukan
sambil perlahan mencoba menyembuhkan luka.
Jika
dibandingkan dengan dua film sebelumnya, Suzume memiliki tema cerita paling
kaya akan refrensi, ide dan lebih "mature" menurut saya pribadi,
Namun saya agak kecewa karena terdapat downgrade dari sisi pemilihan musiknya.
RADWIMPS yang biasanya most listened di platform streaming musik, di film
sebelumnya seperti Kimi no Nawa dan Tenki No Ko itu menjadi lagu utama pada
filmnya. Namun di Suzume, yang most listened malah ada di awal sama di akhir
doang. Agak disayangkan aja sih, padahal saya sudah berekspetasi lagu Suzume
bakal dipakai di adegan yang menegangkan atau puncaknya. Tapi, untungnya saja kebantu oleh musik-musik yang diputar di mobilnya Serizawa, kurasi musik beliau ternyata kece-kece loh.
Kesimpulan, Suzume No Tojimari masih sangat layak untuk ditonton apalagi di bioskop, nonton film ini sebisa mungkin harus di bioskop karena feelnya akan jauh lebih kerasaa.
“Sebelumnya sih
shock ya liatnya, pas selesai nonton baru deh sadar arti sebenarnya dari visual key Suzume satu ini :")))”.
saya sendiri
Comments
Post a Comment