Surat cinta sekaligus benci untuk Hollywood dari Damien Chazelle.
Babylon (2022) |
Mengingatkan saya dengan karya Damien Chazelle terdahulu yang jadi salah satu
film favorit saya sepanjang masa yaitu La La Land. Ada 2 karakter utama bertemu
di tempat yang tidak terduga, memiliki bumbu romansa, mereka juga memiliki
mimpi yang ingin dicapai serta sama-sama membahas dunia seni juga.
Opening
scene-nya yang punya durasi 30 menit!!! pun juga mengingatkan saya dengan
kekacauan yang ada di film The Wolf of Wall Street, bedanya yang satu berkisah
tentang sisi gelapnya pusat keuangan terkemuka di dunia, sedangkan Babylon
berkisah tentang sisi gelapnya perfilman Hollywood di era 1920-an. Dan
keseluruhan, mereka sama-sama punya durasi selama 3 jam. YEAHHH 3 hours full of
chaos. It's like Hollywood you've never seen before.
Film ini mengisahkan tentang era film bisu dan transisinya menuju film suara. Babylon bisa dikatakan sebagai sebuah surat cinta sekaligus benci terhadap Hollywood, terutama di tahun 1920-an ketika transisi tersebut memiliki dampak yang besar terhadap industri perfilman.
Bayangkan,
para aktor/aktris yang biasanya hanya mengandalkan ekpresi dan bahasa tubuh,
kini harus menghafal dialog, yang mana kalau berbicara tentang bahasa bagi
seorang aktor, maka akan mencakup intonasi, serta aksen yang sesuai dengan
peran untuk dapat menghidupkan karakter agar bisa mengambil hati penonton,
belum lagi dari segi teknis dan para crew lain yang juga harus menyesuaikan,
film ini berhasil memberikan gambaran bagaimana chaos-nya lokasi syuting pada
era tersebut.
Film
ini punya babak 1 dan babak 2 yang menurutku sangat layak untuk dikatakan
sebagai sebuah masterpiece. Puas banget saya ngetawain tragedi yang seharusnya
ga diketawain, apalagi tragedi tersebut tentang Hollywood. Namun untuk durasinya terbilang
kelamaan sih, sudah kaya nonton Avatar The Way of Water aja. Beberapa adegan
mungkin ga perlu ada. Konflik-konflik seperti adegan dengan Tobey Maguire,
walaupun doi keren banget di film ini kaya Joker, tapi ga perlu sepanjang dan
se-disturbing itu.
Malah
setelah scene tersebut saya semakin yakin, Damien Chazelle kayanya sambil
nyimeng deh dalam prosesnya dia bikin film ini. Saking liar, kacau, megah,
brutal, dan ambisiusnya sampai-sampai beliau juga bingung untuk mengakhiri
kisah film ini seperti apa.
Kesimpulan, walaupun ini bukan karya terbaik Damien Chazelle, karena karya terbaik beliau menurutku yang pertama masih Whiplash dan yang kedua La La Land. Tapi Babylon dalam segi teknis memang lebih bagus, lebih megah dan menggelegar karena budget-nya juga ga main-main. Seenggaknya film seniat ini kudu menang penghargaan Oscar's best production design sih. Ditambah musiknya yang sudah jadi ciri khas beliau yaitu Jazz, bikin filmnya makin chaos tapi tetap menyenangkan untuk ditonton.
Nellie laroy, 2022
Comments
Post a Comment